Dia! Laki-laki yang sempat membuatku terbang tinggi lalu mengempaskanku begitu saja. Sayang sekali, pernah menjadi pacarku. Dialah yang menyadarkanku tentang betapa kejam dan kotornya dunia luar.
From the bottom of my broken heart
There's just a thing or two I'd like you to know
You were my first love, you were my true love
From the first kiss til the very last rose... (Britney Spears)
Aku mengungkapkan perasaanku padanya. Kejadian konyol yang masih aku ingat dan mungkin akan selalu kuingat. Jawaban waktu itu, dia juga merasakan hal yang sama denganku.. Dan tentu saja, pada akhirnya….
Tapi aku juga tetap sadar bahwa aku dan dia sulit untuk bersatu. Mungkin dia tidak akan pernah mengerti hal ini. Dia bagai bintang yang berkedip-kedip di malamku yang gelap. Dan, dia juga terlalu tinggi untuk kugapai. Dia memang merendah. Tapi setinggi-tingginya seekor burung terbang, tidak akan mampu menggapai sang bintang.
Beberapa bulan lalu dia masuk lagi dalam kehidupanku. Entah bagaimana awalnya, aku dan dia tiba-tiba berada dalam suasana hangat yang sebelumnya telah membeku.
Aku memang sudah tidak mempermasalahkan lagi masa lalu itu. Mungkin juga karena aku dan dia sama-sama sedang sendiri.
Dari bercanda, ngobrol tanpa arah, sampai akhirnya aku tidak sadar dia menciumku lagi! Aku kaget, tidak menduga, tapi juga tidak menghindar. Aku hanya terdiam sewaktu dia membisikkan sesuatu. Aku tidak tahu apa yang seharusnya kurasakan. Senang, marah, atau malah sedih? Entahlah...
Out of control! Aku tidak bisa mengendalikan diriku waktu itu. Mungkin itu sisi lain dari diriku yang masih menginginkannya. Saat aku mendekapnya, sekejap aku merasa damai.
Tapi, dia menjauh. Dia terlihat kecewa. Mungkinkah aku menyakitinya lagi? Aku takut telah melukai hatinya lagi. Tapi sekali lagi aku jelaskan, aku memang menyukainya. Dan tetap saja, sedekat apa pun dia, sang burung tidak akan mampu menggapai sang bintang.
Aku tahu perasaannya. Aku juga tahu kekhawatirannya. Dan aku tidak bisa menyalahkannya. Tapi ingat, aku tetap hanyalah seorang perempuan. Aku hanya bisa menunggu langkahnya.
Bukankah Hawa diciptakan dari tulang ruasuk Adam? Sekuat-kuatnya Hawa, dia hanyalah tulang rusuk Adam. Aku juga hanya mengikuti perkataannya. Bahwa tulang rusuk itu akan kembali ke pemiliknya dan menyatu. Satu jiwa, satu cinta.
Tapi, aku juga ingin bertanya. Mungkinkah tulang rusuk itu berjalan sendiri menuju pemiliknya? Bagaimana pun, sang pemilik harus berjuang menempuh jurang-jurang terjal untuk mendapatkan bagian dari dirinya, si tulang rusuk.
Mungkin bukan aku si tulang rusuk yang bagian dari dirinya. Mungkin bukan dia sang pemilik yang harus berjuang mendapatkanku. Tapi aku sadar, siapa pun tidak akan pernah bisa menghapus masa lalu.
Selalu ada ruang untuk menyimpan kenangan bersamanya. Tapi, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Berbuat bodoh demi laki-laki yanng belum tentu mau berjuang untuk mendapatkanku. Aku akan mengunci pintu ruangan itu dan melanjutkan hidupku. End of story...
Andai aku punya keberanian... Andai dia berada dalam dekapanku...
No comments:
Post a Comment